Assalamu'alaikum ! welcome to Media Pendidikan.| Contact | Register | Sign In
Showing posts sorted by relevance for query PENDIDIKAN. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query PENDIDIKAN. Sort by date Show all posts

Peran Pendidikan Sebagai Subyek Dalam Transformasi Sosial

PJJ Tidak ada Interaksi Guru-Siswa

Dua sisi mengenai hubungan pendidikan dengan masyarakat yaitu pendidikan sebagai kekuatan yang dapat mendorong terhadap perubahan masyarakat. Hal ini sering diperspektif bahwa pendidikan dikatakan sebagai kunci pembangunan bangsa. Bicara tentang pendidikan tentu tidak akan ada habisnya. Setiap tahun atau bahkan setiap hari pendidikan di dunia ini akan selalu berkembang dari pendidikan tradisionalis menuju pendidikan modern. Perkembangan pendidikan akan berkembang sejalur atau paralel bersamaan dengan kemajuan teknologi. 
Dan tidak dipungkiri bahwa sistem kebudayaan-kebudayaan dari luar juga tak luput untuk menjadi dasar perkembangan pendidikan saat ini. 

Menurut Aris Shoimin (2014: 15) menjelaskan bahwa “Bagian dari tujuan pendidikan nasional adalah pembangunan sumber daya manusia yang mempunyai peranan sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan pembangunan nasional”.Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan generasi-generasi bangsa untuk dapat menjadikan generasi penerus yang lebih kompeten dan juga profesional. 

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 

Oleh karena itu dalam kehidupan berbangsa, pendidikan memiliki posisi yang sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Selain itu juga diperlukannya suatu cara atau strategi agar pendidikan dapat berkembang dengan berdasarkan kebudayaan-kebudayaan yang ada pada bangsa ini. Berbagai macam cara dilakukan mulai dari memperbaiki sistem kurikulum baik kurikulum nasional maupun kurikulum sekolah, atau dengan menggunakan model dan strategi pembelajaran yang dirasa cukup baik untuk di terapkan.


Pendidikan dan Perubahan Sosial 
Bagaimana melihat kaitan perubahan sosial dengan pendidikan? dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, melihat posisi pendidikan sebagai subjek perubahan sosial; kedua melihat posisi pendidikan sebagai objek perubahan sosial. Posisi pendidikan sebagai subjek dalam proses perubahan sosial berkaitan era dengan fungsi pendidikan sebagai agent of change. Dalam kaitannya sebagai agent of change, maka pendidikan berfungsi sebagai penanaman mulai dari pengetahuan, keterampilan hingga nilai sehingga pendidikan dapat mengubah pola pikir individu, memberikan pencerahan yang selama ini belum banyak diketahui oleh masaryakat, merombak berbagai mitos yang selama ini berkembang di tengah masyarakat, meluruskan berbagai hal yang selama ini melenceng di tengahmasyarakat. Singkat kata, melalui pendidikan individu atau kelompok masyarakat dapat melakukan perbaikan (perubahan/transformasi). 

Peran pendidikan sebagai subjek dalam proses perubahan sosial dapat kita lihat pada masa pergerakan nasional saat menentang penjajahan Belanda di Indonesia. Pada masa ini bertumbuh lembaga-lembaga pendidikan terutama yang dalam bentuk informal yang didirikan oleh tokoh-tokoh bangsa guna memberikan pencerahan (emansipatoris) kepada anak bangsa sehingga mereka tersadar bahwa mereka tengah ditindas dan untuk itu mereka harus berjuang untuk meraih kemerdekaan. Salah satu tokoh tersohor di bidang pendidikan yang punya semangat melihat pendidikan sebagai agent of change atau subjek perubahan adalah Paulo Freire. 

Satu di antara pemikiran terpenting dari tokoh pendidikan kelahiran 19 September 1921 di Recife, sebuah kota pelabuhan di Brasil bagian Timur Laut ini adalah kritiknya atas “pendidikan gaya bank”. Pendidikan gaya bank adalah sebuah istilah atau konsep yang dimunculkan Freire untuk menjelaskan kondisi pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai “objek” dari proses pendidikan dan bukan sebagai “subjek”.
Tatkala peserta didik menjadi objek dalam proses pendidikan, ini berarti peserta didik dipersepsikan sebagai “wadah kosong”, tidak tahu apa-apa, yang kemudian siap diisi dengan pemahaman-pemahaman serta pengetahuan-pengetahuan yang ditentukan oleh sistem pendidikan beserta kurikulumnya. 

Dalam sistem pendidikan semacam ini, di samping yang berkembang adalah model pendidikan satu arah, di mana guru mentranfrer pengetahuan dan murid cukup menerima saja, kreatifitas peserta didik dalam mengembangkan minat dan potensi keilmuannya akhirnya juga tidak berkembang (tersumbat) akibat sistem pendidikan gaya bank tersebut. Sebagai tandingan atas pendidikan gaya bank ini, Freire memunculkan konsep pendidikan yang diistilahkan dengan “pendidikan hadap-masalah”. Berbeda dengan sistem atau model pendidikan gaya bank yang cenderung satu arah, model pendidikan hadap-masalah ini bersifat dua arah atau dialogis. 

Di sini peserta didik tidak lagi dimaknai sebagai “objek pendidikan” melainkan sebagai “subjek pendidikan”. Kala peserta didik dimaknai sebagai subjek pendidikan, maka peserta didik memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat dan gagasannya;misalnya ihwal suatu teori keilmuan yang kemudian teori tersebut langsung dibahas sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang terjadi. Jadi, dalam model pendidikan hadap- masalah ini, posisi pendidik (guru, pengajar) bukan lagi sebagai pribadi pemilik ilmu dan penentu ilmu mana yang perlu dan tidak perlu bagi peserta didik melainkan menjadi mitra bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.

Read More »
29 October | 0komentar

Posisi Penting Pendidikan


Perspektif yang menyatakan bahwa pendidikan seringkali dikatakan sebagai kunci pembangunan bangsa, dalam kenyataan hanya salah satu dari dua sisi mengenai hubungan pendidikan dengan masyarakat yaitu pendidikan sebagai kekuatan yang dapat mendorong terhadap perubahan masyarakat. Bicara tentang pendidikan tentu tidak akan ada habisnya. Setiap tahun atau bahkan setiap hari pendidikan di dunia ini akan selalu berkembang dari pendidikan tradisionalis menuju pendidikan modern. Pendidikan akan berkembang bersamaan dengan kemajuan teknologi yang terjadi di dunia ini. Sistem kebudayaan-kebudayaan dari luar juga tak luput untuk menjadi dasar perkembangan pendidikan saat ini. 
Menurut Aris Shoimin (2014: 15) menjelaskan bahwa “Bagian dari tujuan pendidikan nasional adalah pembangunan sumber daya manusia yang mempunyai peranan sangat penting bagi kesuksesan dan kesinambungan pembangunan nasional”.Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan generasi-generasi bangsa untuk dapat menjadikan generasi penerus yang lebih kompeten dan juga profesional. 

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
Oleh karena itu dalam kehidupan berbangsa, pendidikan memiliki posisi yang sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Selain itu juga diperlukannya suatu cara atau strategi agar pendidikan dapat berkembang dengan berdasarkan kebudayaan-kebudayaan yang ada pada bangsa ini. Berbagai macam cara dilakukan mulai dari memperbaiki sistem kurikulum baik kurikulum nasional maupun kurikulum sekolah, atau dengan menggunakan model dan strategi pembelajaran yang dirasa cukup baik untuk di terapkan.


Pendidikan dan Perubahan Sosial 
Bagaimana melihat kaitan perubahan sosial dengan pendidikan? dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, melihat posisi pendidikan sebagai subjek perubahan sosial; kedua melihat posisi pendidikan sebagai objek perubahan sosial. Posisi pendidikan sebagai subjek dalam proses perubahan sosial berkaitan era dengan fungsi pendidikan sebagai agent of change. Dalam kaitannya sebagai agent of change, maka pendidikan berfungsi sebagai penanaman mulai dari pengetahuan, keterampilan hingga nilai sehingga pendidikan dapat mengubah pola pikir individu, memberikan pencerahan yang selama ini belum banyak diketahui oleh masaryakat, merombak berbagai mitos yang selama ini berkembang di tengah masyarakat, meluruskan berbagai hal yang selama ini melenceng di tengahmasyarakat. Singkat kata, melalui pendidikan individu atau kelompok masyarakat dapat melakukan perbaikan (perubahan/transformasi). 
Peran pendidikan sebagai sebagai subjek dalam proses perubahan sosial dapat kita lihat pada masa pergerakan nasional saat menentang penjajahan Belanda di Indonesia. Pada masa ini bertumbuh lembaga-lembaga pendidikan—terutama yang dalam bentuk informal—yang didirikan oleh tokoh-tokoh bangsa guna memberikan pencerahan (emansipatoris) kepada anak bangsa sehingga mereka tersadar bahwa mereka tengah ditindas dan untuk itu mereka harus berjuang untuk meraih kemerdekaan.Salah satu tokoh tersohor di bidang pendidikan yang punya semangat melihat pendidikan sebagai agent of change atau subjek perubahan adalah Paulo Freire. 
Satu di antara pemikiran terpenting dari tokoh pendidikan kelahiran 19 September 1921 di Recife, sebuah kota pelabuhan di Brasil bagian Timur Laut ini adalah kritiknya atas “pendidikan gaya bank”. Pendidikan gaya bank adalah sebuah istilah atau konsep yang dimunculkan Freire untuk menjelaskan kondisi pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai “objek” dari proses pendidikan dan bukan sebagai “subjek”.Tatkala peserta didik menjadi objek dalam proses pendidikan, ini berarti peserta didik dipersepsikan sebagai “wadah kosong”, tidak tahu apa-apa, yang kemudian siap diisi dengan pemahaman-pemahaman serta pengetahuanpengetahuan yang ditentukan oleh sistem pendidikan beserta kurikulumnya. 
Dalam sistem pendidikan semacam ini, di samping yang berkembang adalah model pendidikan satu arah, di mana guru mentranfrer pengetahuan dan murid cukup menerima saja, kreatifitas peserta didik dalam mengembangkan minat dan potensi keilmuannya akhirnya juga tidak berkembang (tersumbat) akibat sistem pendidikan gaya bank tersebut. Sebagai tandingan atas pendidikan gaya bank ini, Freire memunculkan konsep pendidikan yang diistilahkan dengan “pendidikan hadap-masalah”. Berbeda dengan sistem atau model pendidikan gaya bank yang cenderung satu arah, model pendidikan hadap-masalah ini bersifat dua arah atau dialogis. Di sini peserta didik tidak lagi dimaknai sebagai “objek pendidikan” melainkan sebagai “subjekpendidikan”. Kala peserta didik dimaknai sebagai subjek pendidikan, maka peserta didik memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat dan gagasannya;misalnya ihwal suatu teori keilmuan yang kemudian teori tersebut langsung dibahas sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang terjadi. Jadi, dalam model pendidikan hadap- masalah ini, posisi pendidik (guru, pengajar) bukan lagi sebagai pribadi pemilik ilmu dan penentu ilmu mana yang perlu dan tidak perlu bagi peserta didik melainkan menjadi mitra bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.

Read More »
22 December | 1komentar

Indikator Mutu, Sistem Penjaminan Mutu Internal

Mutu pendidikan dasar dan menengah adalah tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) di sekolah. Mutu pendidikan di sekolah cenderung tidak ada peningkatan tanpa diiringi dengan penjaminan mutu pendidikan oleh sekolah.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah sistem penjaminan mutu yang berlaku/berada di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen satuan pendidikan Penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah merupakan mekanisme yang sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa seluruh proses penyelenggaraan pendidikan telah sesuai dengan standar mutu dan aturan yang ditetapkan.
Acuan Mutu Penjaminan mutu pendidikan mengacu pada standar sesuai peraturan yang berlaku. Acuan utama adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang telah ditetapkan sebagai kriteria minimal yang ha-rus dipenuhi oleh satuan pendidikan dan penyelenggara pendidikan.

Standar Nasional Pendidikan terdiri atas:
  1. Standar Kompetensi Lulusan 
  2. Standar Isi 
  3. Standar Proses 
  4. Standar Penilaian 
  5. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 
  6. Standar Pengelolaan 
  7. Standar Sarana dan Prasarana 
  8. Standar Pembiayaan 


Kedelapan standar tersebut membentuk rangkaian input, proses, dan output. Standar Kompetensi Lulusan merupakan output dalam rangkaian tersebut dan akan terpenuhi apabila input terpenuhi sepenuhnya dan proses berjalan dengan baik. Standar yang menjadi input dan proses dideskripsi-kan dalam bentuk hubungan sebab-akibat dengan output. Standar dijabarkan dalam bentuk indi-kator mutu untuk mempermudah kegiatan pemetaan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan.

DOWNLOAD INDIKATOR MUTU

Sistem penjaminan mutu pendidikan di sekolah dibagi menjadi lima tahapan yaitu :
Pemetaan Mutu
Pemetaan mutu dilaksanakan dengan menggunakan dokumen evaluasi diri yang di dalamnya termasuk instrumen evaluasi diri dengan mengacu kepada Standar Nasional pendidikan (SNP) sebagai standar minimal dalam penyelenggaran pendidikan. Hasil pemetaan mutu selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam menetapkan visi, misi dan kebijakan sekolah dalam melakukan peningkatan mutu pendidikan.

Penyusunan rencana peningkatan mutu
Berdasarkan hasil pemetaan mutu pendidikan yang telah dicapai (sebagai baseline) selanjutnya dilakukan penyusunan rencana peningkatan mutu pendidikan yang dituangkan dalam dokumen perencanaan, pengembangan sekolah dan rencana aksi.

Implementasi rencana peningkatan mutu
Implementasi rencana peningkatan mutu selama periode tertentu (semester atau tahun ajaran). 

Evaluasi/audit internal
Evaluasi/audit secara internal untuk memastikan bahwa pelaksanaan peningkatan mutu berjalan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Laporan hasil evaluasi adalah pemenuhan 8 SNP, hasil implementasi dan rencana aksi.

Penetapan standar mutu pendidikan. 
Penetapan standar mutu baru yang lebih tinggi apabila capaian sekolah telah memenuhi minimal sesuai SNP. Dengan demikian penerapan sistem penjaminan mutu bukanlah hanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sesuai SNP namun mendorong terciptanya budaya mutu pendidikan dimana semua komponen di sekolah memiliki jiwa pembelajar dan selalu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan zaman.

Read More »
11 October | 0komentar

Arti Sistem Pendidikan Yang Berhamba Pada Sang Anak

CGP angkatan 6, Sarastiana,SPd,MBA

Filosofi pendidikan Ki Hajar adalah student-centered. Istilah yang beliau pergunakan adalah "berhamba pada sang anak,". Metode Among, tercermin di semboyan Tut Wuri Handayani, adalah metode yang berhamba pada sang anak. Bapak Pendidikan kita sejak tahun 1922 sudah mengenalkan dan mengajarkan kita pada filosofi pendidikan yang berpusat pada siswa. Hal seharusnya tidak asing bagi semua pemangku kepentingan pendidikan Indonesia.
Filosofi pendidikan ini mensyaratkan pendidik untuk memberi tuntunan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak secara budi (cipta, rasa, karsa) dan pekerti (tenaga), sesuai dengan kodratnya sang anak. Ki Hajar sendiri menggambarkan tuntunan pendidikan yang "ekologis," ibarat petani yang menanam berbagai macam bibit tanaman dan memelihara tanaman tersebut sesuai dengan kodratnya. Tuntunan ini bersifat holistik, tak boleh lepas dari pendidikan sosial dan kultural.
Ia menghantarkan anak tidak hanya pada ketajaman pikiran, kehalusan rasa, dan kekuatan kemauan, namun juga pada kebulatan jiwa dan kebijaksanaan. Ki Hajar mengkritik keras sistem pendidikan yang hanya menekankan pendidikan pikiran saja dan menomorduakan pendidikan sosial. Ki Hajar juga mengkritik keras sistem pendidikan yang mengkultuskan ujian. Dalam sistem tersebut pelajar tidak akan belajar untuk perkembangan hidup kejiwaannya, tapi untuk nilai tinggi, rapor, dan ijazah. Sistem seperti ini, menurut Ki Hajar, harus diberantas. 
Sepertinya praktik pendidikan Indonesia saat ini jauh dari filosofi sang Bapak Pendidikannya sendiri: terlalu menekankan kognitif (ujian), tidak memberi tuntunan sesuai kodrat dan tahap perkembangan anak, tidak holistik, menomorduakan pendidikan sosial dan kultural. Jika ekosistem pendidikan Indonesia berniat menghadirkan filosofi Ki Hajar secara substansi, bukan sekedar seremonial, kita perlu kerja komprehensif. Semua kebijakan mulai dari sektor input, proses, dan output, harus bertanya, sejauh mana ia mendukung filosofi berhamba pada sang anak. 
Menurut laporan The Future of Jobs dari World Economic Forum, dunia kerja di masa mendatang akan sangat membutuhkan tenaga-tenaga kreatif yang memiliki kecerdasan emosi yang baik. Mesin memang dapat bekerja sangat cepat dan efisien, namun ia tidak dapat bisa kreatif seperti manusia dan tidak memiliki kecerdasan emosi. Pendidikan Indonesia harus mempersiapkan benih-benih kebudayaan yang tengah berevolusi ini. Pendidikan harus holistik dan memberi tuntunan sesuai kodrat anak dan zamannya. Karena itu, dalam menjawab tantangan transformasi kebudayaan di era revolusi digital ini, sistem pendidikan Indonesia harus kembali kepada filosofi Bapak Pendidikan Indonesia: sistem pendidikan yang berhamba pada sang anak.

Referensi Dari berbagai sumber

Read More »
06 September | 0komentar

Dinamika Kurikulum Nasional K13 2017

Kurikulum Nasional

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasal 18 ayat (3) menegaskan bahwa “Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15 dikemukakan bahwa “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu”. 
Lebih lanjut, pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat (3) dikemukakan bahwa “Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya”. Dalam rangka menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik satuan pendidikan SMK, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) yang kemudian diubah menjadi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013SMK/MAK.
Pada lampiran 1a terkait dengan Struktur Kurikulum SMK/MAK antara lain ditegaskan bahwa dalam penetapan penjurusan sesuai dengan bidang/program/paket keahlian mempertimbangkan Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013 tersebut, maka diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 7013/D/KP/2013 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan. Pada keputusan tersebut ditegaskan bahwa “Spektrum Keahlian sebagaimana dimaksud merupakan acuan dalam pembukaan dan penyelenggaraan bidang/program/paket keahlian pada SMK/MAK”. Spektrum tersebut yang menjadi satu-satunya acuan dalam pengembangan dan penyelenggaraan jenis-jenis program pendidikan pada satuan pendidikan menengah kejuruan (SMK/MAK), ternyata ada perubahan pengorganisasian program pendidikan pada SMK/MAK sebagaimana terkandung dalam Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013, sehingga harus dikeluarkan Keputusan Dirjen Dikmen tentang Spektrum Keahlian PMK seiring dengan lahirnya Kurikulum 2013 SMK.

Read More »
09 May | 0komentar

Koneksi Antar Materi : Kesimpulan Refleksi Pengetahuan dan Pengalaman Baru, CGP Angkatan 6


Media Blog : www.sarastiana.com sebagai media pembelajaran



1.1.A.8. KONEKSI ANTAR MATERI - KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1 
 Oleh 
Sarastiana,SPd,MBA 
 SMK Negeri 1 Bukateja

 Kerangka pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD)

1. Pendidikan dan pengajaran Menurut Ki Hajar Dewantara

Definisi: Pendidikan dapat dimaknai sebagai menuntun hidup dan tumbuhnya anak-anak. Hal ini berkaitan dengan Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat (filosopi KHD).

Pendidikan itu menuntun

Menurut Ki Hajar Dewantara pelaksanaan pendidikan, hanyalah menuntun anak. Jadi Pendidik tidak dapat mengubah kodrat anak. Anak-anak tumbuh sesuai dengan kodratnya sendiri atau sesuai  dengan  kecakapan sebagai individu. Maksudnya, pendidik tidak dapat mengubah perilaku atau karakter anak-anak tetapi pendidik dapat memperbaiki perilaku atau karakter tersebut.

Perilaku anak yang buruk semakin lama akan berkurang apabila mendapatkan tuntunan atau pendidikan yang tepat. Hal ini disebabkan strategi atau metode yang digunakan pendidik sesuai dengan karakter anak.

Guru selain menjadi penuntun, hal yang perlu dimiliki adalah kemampuan untuk menguasai diri (ing madya sung tulado). Dalam Pendidikan Budi Pekerti, setiap anak memiliki watak yang berbeda. Yakni, Pertama, bagian yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau pikiran (intelek) serta dapat berubah menurut pengaruh pendidikan atau keadaan. Kedua, dinamakan bagian yang biologis, yakni bagian yang berhubungan dengan dasar hidup manusia (bios = hidup) dan yang dikatakan tidak dapat berubah lagi selama hidup. (modul 1.1).

 

2. Asas Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya.

Dalam situasi tertentu, perilaku  anak akan kembali sesuai dengan kodratnya atau aslinya. Dalam hal ini, diperlukan cara pengendalian diri. Pengendalian diri juga perlu  dibelajarkan kepada anak-anak agar tujuan  pembelajaran dapat berhasil seutuhnya.

Sebagaimana disampaikan oleh Bp. Iwan Sahril bahwa Pendidikan diibaratkan sebagai Petani. Seorang petani yang menanam Kedelai. Petani tidak dapat mengubah tanaman Kedelai  menjadi tanaman padi

Petani hanya dapat menuntun tumbuhnya kedelai dengan memberi pupuk, membersihkan dari gulma atau penganggu, dan memperbaiki struktur tanah. Jadi, dalam pendidikan diperlukan sebuah tuntunan karena anak tumbuh sesuai dengan lingkungan yang terdapat dalam diri  anak  dan keadaan di luar  anak. Anak yang kurang pandai kemudian mendapatkan tuntunan yang baik  maka anak ini lambat laun akan menjadi anak yang pandai.


3. Dasar Dasar Pendidikan yang Menuntun

Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Oleh sebab itu, tuntutan seorang pendidik mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia dan anggota masyarakat).


Guru sebagai penuntun, memberi arahan


4. Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan irama. Keduanya tidak dapat dipisahkan sehingga saling berkaitan, artinya kita sebagai guru harus mampu mengajar dan menguasai kebutuhan media dan informasi disesuaikan dengan keadaan zaman misalnya saat ini penggunaan teknologi dapat diterapkan namun tetap mengkontrol penerapannya tersebut dan harus tetap sesuai dengan keadaan sekitar (kodrat alam).

Menurut KHD dalam pembentukan budi pekerti hal yang utama adalah keluarga. Keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual).

Keluarga juga merupakan sebuah ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya. Sehingga diperlukan bagi seorang pendidik untuk membuat anak menjadi nyaman, menganyomi, penuh kasih saying seperti dikeluarganya sendiri.


Tampilan Blog www.sarastiana.com sebagai media pembelajaran di HP,
sebagai releksi Filosofi KHD, pendidikan sesuai kodrat Zaman



Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Banyak belajar hal yang baru setelah mempelajari modul ini. Menjadi modal untuk lebih berkualitas sebagai seorang guru. Bahwa KHD, telah memikirkan terkait update kompetensi melalui filosofi kodrat Zaman. Dengan mempelajari Modul ini, saya dapat berintrospeksi diri untuk lebih baik lagi.

Beberapa hal yang pernah saya lakukan sebelumnya, sebelum mengikuti/ membaca modul 1.1.

1. Model pembelajaran yang monoton, lebih banyak menggunakan metode ceramah.

2.Pengetahuan selalu berasal dari saya. Tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi pemahaman berkaitan dengan pengetahuan.

3. Pembelajaran selalu dikelas

4. Jarang sekali menggunakan metode diskusi.

 

Perubahan proses belajar mengajar:

• Saya akan menjadi pendidik yang dapat mengikuti zaman namun tetap mempertimbangkan kodrat alam yang ada di tempat saya khususnya di Kabupaten Purbalingga

• Ketika memutuskan sesuatu, saya tidak lagi menjadi aktor utama, namun saya hanya sebagai fasilitator ataupun sebagai pengambil kesimpulan setelah pendapat siswa telah disampaikan.

• Saya membuat design pembelajaran yang lebih menarik lagi sesuai tema dan kebutuhan serta karakteristik peserta didik zaman sekarang. Menggunakan Blog di www.sarastiana.com, menggunakan video tutorial di youtube dan menggunakan Media pembelajaran interaktif.

• Ketika ada siswa siswa melakukan kesalahan, misalnya terlambat/ tidak disiplin saya akan memberika ruang dan waktu untuk menjelaskan latar belakang mengapa mereka melakukan kesalahan itu dan kemudian memintanya menyadari kesalahannya dengan cara saya memberi beberapa pertanyaan. Contohnya :

   Jika mengganggu anak lain:

ü Boleh saya mengatahui, apa alasan ananda melakukan itu?

ü Bagaimana menurutmu, apakah yang dilakukan itu menyenangkan?

ü Coba, apakah yang Ananda lakukan itu menganggu orang lain?

ü Apakah yang lakukan itu benar atau kurang benar?

ü Menurutmu, perlu tidak ini di lakukan lagi?

• Memberi kesempatan pada siswa untuk berfikir kritis dan melakukan pembelajaran tidak hanya didalam kelas saja.

• Tidak banyak menuntut untuk selalu mengerjakan tugas tetapi diberikan kelonggaran waktu, dengan pembedany adalah sistim penilaian.

• Memfasilitasi peserta didik untuk berkesempatan menanyakan hal yang belum mereka pahami diluar jam pelajaran.

 

Siswa Presentasi di depan kelas 

Aksi nyata dalam Kelas

  1. Setiap anak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat, Mereka diberi kesempatan untuk menyampaikan ide melalui tulisan atau lisan yang kemudian kita kumpulkan kedalam bentuk kesimpulan (model pembelajaran discovery learning).
  2. Setiap anak diberikan kesempatan untuk menjadi pemiimpin.. Mereka diberi kesempatan untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya dengan dipimpin oleh seorang yang sudah ahli dalam pembelaran (model pembelajaran jig saw).
  3. Peserta didik diberikan kesempatan untuk menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi, yaitu penggunaan platform belajar melalui HP. Menggunakan Blog di www.sarastiana.com, menggunakan video tutorial di youtube dan menggunakan Media pembelajaran interaktif. Sesuai dengan kondrat alam dan tuntutan zaman saat ini.
  4.  Setiap anak diberikan kesempatan untuk berekspresi sesuai keinginannya namun tidak lepas dari materi yang sesuai dengan tema. 



Read More »
10 September | 0komentar

Tentang Program Pendidikan Guru Penggerak

Sumber Gambar : Ditjen GTK Kemendikbudristek

Untuk mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta, Kemendikbud mengembangkan rangkaian kebijakan Merdeka Belajar pada tahun 2019. Kebijakan ini dicetuskan sebagai langkah awal melakukan lompatan di bidang pendidikan. Tujuannya adalah mengubah pola pikir publik dan pemangku kepentingan pendidikan menjadi komunitas penggerak pendidikan. Filosofi “Merdeka Belajar” disarikan dari asas penciptaan manusia yang merdeka memilih jalan hidupnya dengan bekal akal, hati, dan jasad sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. 
Dengan demikian, merdeka belajar dimaknai kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan.
Sebagai rangkaian kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikbud telah mengeluarkan empat paket kebijakan, yang pada tahap pertama meliputi: 
  1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional diganti ujian (asesmen) yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Hal ini berimplikasi pada guru dan satuan pendidikanlebih merdeka dalam menilai belajar peserta didik. 
  2. Ujian Nasional tahun 2021 diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang meniscayakan penyesuaian tata kelola penilaian pembelajaran di level satuan pendidikan maupun pada level nasional. 
  3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berimplikasi pada kebebasan guru untuk dapat memilih, membuat, dan menggunakan format RPP secara efisien dan efektif sehingga guru memiliki banyak waktu untuk mengelola pembelajaran. 
  4. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. 

Keempat kebijakan tersebut tentu saja belum cukup untuk menghasilkan manusia unggul melalui pendidikan. Hal krusial yang mendasar untuk segera dilakukan adalah mewujudkan tersedianya guru Indonesia yang berdaya dan memberdayakan. Guru Indonesia yang diharapkan tersebut mencirikan lima karakter yaitu berjiwa nasionalisme Indonesia, bernalar, pembelajar, profesional, dan berorientasi pada peserta didik. 
Berbagai kebijakan dan program sedang diupayakan untuk hal tersebut dengan melibatkan berbagai pihak menjadi satu ekosistem pendidikan yang bergerak dan bersinergi dalam satu pola pikir yang sama antara masyarakat, satuan pendidikan, dan pemangku kebijakan. 
Program tersebut dinamakan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang sejatinya mengembangkan pengalaman pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan guru sebagai bagian dari Kebijakan Merdeka Belajar melalui pendidikan guru. Pedoman ini disusun sebagai acuan implementasi agar program ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

PGP merupakankegiatan pengembangan profesi melalui pelatihandan pendampingan yang berfokus pada kepemimpinan pembelajaranagar mampu mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila yang dimaksud adalah peserta didik yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, kreatif, gotong royong, berkebinekaan tunggal, bernalar kritis, dan mandiri. 
Program ini bertujuan memberikan bekal kemampuan kepemimpinan pembelajaran dan pedagogi kepada guru sehingga mampu menggerakkan komunitas belajar, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikanserta berpotensi menjadi pemimpin pendidikan yang dapat mewujudkan rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ketika berada di lingkungan satuan pendidikannya masing-masing. Rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ditunjukkan melalui sikap dan emosi positif terhadap satuan pendidikan, bersikap positif terhadap proses akademik, merasa senang mengikuti kegiatan di satuan pendidikan, terbebas dari perasaan cemas, terbebas dari keluhan kondisi fisik satuan pendidikan, dan tidak memiliki masalah sosial di satuan pendidikannya. 
Kemampuan menggerakkan komunitas belajar merupakankemampuan guru memotivasidan terlibat aktif bersama anggota komunitasnya untuk bersikap reflektif, kolaboratif serta berbagi pengetahuan yang merekamiliki dan saling belajar dalam rangka mencapai tujuan bersama. Komunitas pembelajar guru di antaranya Pusat Kegiatan Gugus (PKG), Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) serta komunitas praktis (Community of Practice) lainnya baik di dalam satuan pendidikan atau dalam wilayah yang sama.
Sumber: Pendahuluan Modul 1 GP,Ditjen GTK Kemendikbudristek

Read More »
21 August | 0komentar

Dasar-Dasar Pendidikan


Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak”

1. Arti dan Maksud Pendidikan 
Kata ‘Pendidikan’ dan ‘Pengajaran’ itu seringkali dipakai bersama-sama. Sebenarnya gabungan kedua kata itu dapat mengeruhkan pengertiannya yang asli. Ketahuilah, pembaca yang terhormat, bahwa sebenarnya yang dinamakan ‘pengajaran’ (onderwijs) itu merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Maksudnya, pengajaran itu tidak lain adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Sekarang saya akan menerangkan arti dan maksud pendidikan (opvoeding) pada umumnya. Dengan sengaja saya memakai keterangan ‘pada umumnya’, karena dalam arti khususnya, pendidikan mempunyai beragam jenis pengertian. Bisa dikatakan bahwa tiap-tiap aliran hidup, baik aliran agama maupun aliran kemasyarakatan mempunyai maksud yang berbeda. Tidak hanya maksud dan tujuannya yang berbeda-beda, cara mendidiknya juga tidak sama. Mengenai keadaan yang penting ini, saya kan menerangkan secara lebih luas. Walaupun bermacam-macam maksud, tujuan, cara, bentuk, syarat-syarat dan alat-alat dalam soal pendidikan, pendidikan yang berhubungan dengan aliran-aliran hidup yang beragam itu memiliki dasar-dasar atau garis-garis yang sama. Menurut pengertian umum, berdasarkan apa yang dapat kita saksikan dalam beragam jenis pendidikan itu, pendidikan diartikan sebagai ‘tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak’. Maksud Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anakanak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggitingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

2. Hanya Tuntunan dalam Hidup 
Pertama kali harus diingat, bahwa pendidikan itu hanya suatu ‘tuntunan’ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Artinya, bahwa hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa ‘kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu’ tiada lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari anakanak itu karena kekuasaan kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. 
Uraian tersebut akan lebih jelas jika kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya. Meskipun pertumbuhan tanaman pada dapat diperbaiki, tetapi ia tidak dapat mengganti kodrat-iradatnya padi. Misalnya ia tak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung. Selain itu, ia juga tidak dapat memelihara tanaman padi tersebut seperti hanya cara memelihara tanaman kedelai atau tanaman lainnya. Memang benar, ia dapat memperbaiki keadaan padi yang ditanam, bahkan ia dapat juga menghasilkan tanaman padi itu lebih besar daripada tanaman yang tidak dipelihara, tetapi mengganti kodrat padi itu tetap mustahil. Demikianlah pendidikan itu, walaupun hanya dapat ‘menuntun’, akan tetapi faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak-anak sangatlah besar. 

3. Perlukah Tuntunan Pendidikan itu? 
Meskipun pendidikan itu hanya ‘tuntunan’ saja di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, tetapi perlu juga pendidikan itu berhubungan dengan kodrat keadaan dan keadaannya setiap anak. Andaikata anak tidak baik dasarnya, tentu anak tersebut perlu mendapatkan tuntunan agar semakin baik budi pekertinya. Anak yang dasar jiwanya tidak baik dan juga tidak mendapat tuntunan pendidikan, tentu akan mudah menjadi orang jahat. Anak yang sudah baik dasarnya juga masih memerlukan tuntunan. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan mendapatkan kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan tetapi dengan adanya tuntunan itu ia dapat terlepas dari segala macam pengaruh jahat. 
Tidak sedikit anak-anak yang baik dasarnya, tetapi karena pengaruh-pengaruh keadaan yang buruk, kemudian menjadi orang-orang jahat. Pengaruh-pengaruh yang dimaksudkan itu ialah pengaruh yang muncul dari beragam jenis keadaan anak. Anak yang satu mungkin hidup dalam keluarga yang serba kekurangan, sehingga ditemui beragam jenis kesukaran yang menghambat kecerdasan budi anak. Bisa juga dalam keluarga itu tidak ditemui kemiskinan keduniawian, akan tetapi amat kekurangan budi luhur atau kesucian, sehingga anak-anak mudah terkena pengaruh-pengaruh yang jahat. Menurut ilmu pendidikan, hubungan antara dasar dan keadaan itu terdapat adanya ‘konvergensi’. Artinya, keduanya saling mempengaruhi, hingga garis dasar dan garis keadaan itu selalu tarik-menarik dan akhirnya menjadi satu. 
Mengenai perlu tidaknya tuntunan dalam kehidupan manusia, sama artinya dengan soal perlu tidaknya pemeliharaan pada tumbuh-kembangnya tanaman. Misalnya, kalau sebutir jagung yang baik dasarnya jatuh pada tanah yang baik, banyak air, dan mendapatkan sinar matahari yang cukup, maka pemeliharaan dari bapak tani tentu akan menambah baiknya keadaan tanaman. Kalau tidak ada pemeliharaan, sedangkan keadaan tanahnya tidak baik, atau tempat jatuhnya biji jagung itu tidak mendapat sinar matahari atau kekurangan air, maka biji jagung itu (walaupun dasarnya baik), tidak akan dapat tumbuh baik karena pengaruh keadaan. Sebaliknya kalau sebutir jagung tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan pemeliharaan yang sebaik-baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan dapat tumbuh lebih baik daripada biji lainnya yang juga tidak baik dasarnya. 
4. Dasar Jiwa Anak dan Kekuasaan Pendidikan 
Yang dimaksud dengan istilah ‘dasar-jiwa’ yaitu keadaan jiwa yang asli menurut kodratnya sendiri dan belum dipengaruhi oleh keadaan di luar diri. Dengan kata lain, keadaan jiwa yang dibawa oleh anak ketika lahir di dunia. Mengenai dasar jiwa yang dimiliki anak-anak itu, terdapat tiga aliran yang berhubungan dengan soal daya Pertama, yaitu anak yang lahir di dunia itu diumpamakan seperti sehelai kertas yang belum ditulis, sehingga kaum pendidik boleh mengisi kertas yang kosong itu menurut kehendaknya. Artinya, si pendidik berkuasa sepenuhnya untuk membentuk watak atau budi seperti yang diinginkan. Teori ini dinamakan teori rasa (lapisan lilin yang masih dapat dicoret-coret oleh si pendidik). Namun, aliran ini merupakan aliran lama yang sekarang hampir tidak diakui kebenarannya di kalangan kaum cendikiawan. Kedua, ialah aliran negatif, yang berpendapat, bahwa anak itu lahir sebagai sehelai kertas yang sudah ditulisi sepenuhnya, sehingga pendidikan dari siapapun tidak mungkin dapat mengubah karakter anak. Pendidikan hanya dapat mengawasi dan mengamati supaya pengaruh-pengaruh yang jahat tidak mendekati diri anak. Jadi, aliran negatif menganggap bahwa pendidikan hanya dapat menolak pengaruh-pengaruh dari luar, sedangkan budi pekerti yang tidak nampak ada di dalam jiwa anak tak akan diwujudkan. Ketiga, ialah aliran yang terkenal dengan nama convergentie-theorie. 
Teori ini mengajarkan, bahwa anak yang dilahirkan itu diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua tulisan-tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang berisi baik, agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai menjadi tebal, bahkan makin suram. 



5. Tabiat yang Dapat dan yang Tidak Dapat Berubah 
Menurut convergentie-theorie, watak manusia itu dibagi menjadi dua bagian. Pertama, dinamakan bagian yang intelligible, yakni bagian yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau pikiran (intelek) serta dapat berubah menurut pengaruh pendidikan atau keadaan. Kedua, dinamakan bagian yang biologis, yakni bagian yang berhubungan dengan dasar hidup manusia (bios = hidup) dan yang dikatakan tidak dapat berubah lagi selama hidup. Yang disebut intelligible yang dapat berubah karena pengaruh misalnya kelemahan pikiran, kebodohan, kurang baiknya pemandangan, kurang cepatnya berpikir dan sebagainya. 
Dengan kata lain, keadaan pikiran, serta kecakapan untuk menimbang-nimbang dan kuat-lemahnya kemauan. Bagian yang disebut ‘biologis’ yang tak dapat berubah ialah bagian-bagian jiwa mengenai ‘perasaan’ yang berjenis-jenis di dalam jiwa manusia. Misalnya, rasa takut, ras malu, rasa kecewa, rasa iri, rasa egoisme, rasa sosial, rasa agama, rasa berani, dan sebagainya. Rasa-rasa itu tetap pada di dalam jiwa manusia, mulai anak masih kecil hingga menjadi orang dewasa. Seringkali anak yang penakut, sesudah mendapatkan didikan yang baik akan segera hilang rasa takut tersebut. 
Sebenarnya anak itu bukan berubah menjadi orang yang berwatak pemberani, hanya saja rasa takutnya itu tidak nampak karena sudah mendapatkan kecerdasan pikiran. Akibatnya, anak tersebut mulai pandai menimbang dan memikir sesuatu sehingga dapat memperkuat kemauannya untuk tidak takut. Hal inilah yang dapat menutup rasa takut yang asli dimiliki anak tersebut. Karena ketakutannya itu hanya ‘tertutup’ saja oleh pikirannya, maka anak tersebut terkadang diserang rasa takut dengan tiba-tiba. Keadaan ini terjadi jika pikirannya sedang tak bergerak. Kalau pikirannya tak bergerak seberat saja, maka ia seketika akan takut lagi menurut dasar biologisnya sendiri. 
Demikian pula orang yang bertabiat pemalu, belas-kasihan, bengis, murka, pemarah dan sebagainya, selama ia sempat memikirkan segala keadaannya, maka ia dapat menahan nafsunya yang asli. Namun, jika pikirannya tidak sempat bergerak (dalam keadaan yang tiba-tiba datangnya), tentulah tabiat-tabiatnya yang asli itu akan muncul dengan sendiri. 
6. Perlunya Menguasai Diri dalam Pendidikan Budi Pekerti 
Watak biologis dan tidak dapat lenyap dari jiwa manusia sangat banyak contohnya. Kita juga dapat melihat dalam kehidupan setiap manusia. Misalnya, orang yang karena pendidikannya, keadaan dan pengaruh lainnya, seharunya berbudi dermawan. Namun demikian, jika ia memang mempunyai dasar watak kikir atau pelit, maka ia kan selalu kelihatan kikir, walaupun orang tersebut tahu akan kewajibannya sebagai dermawan terhadap fakir miskin (ini pengaruh pendidikannya yang baik).
Semasa ia tidak sempat berpikir, tentulah tabiat kikir orang tersebut itu akan selalu kelihatan. Setidak-tidaknya kedermawanan orang itu akan berbeda dengan orang yang memang berdasar watak dermawan.  Janganlah pendidik itu berputus asa karena menganggap tabiat-tabiat yang biologis (hidup perasaan) itu tidak dapat dilenyapkan sama sekali. Memang benar kecerdasan intelligible (hidup angan-angan) hanya dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik, akan tetapi harus diingat bahwa dengan menguasai diri (zelfbeheersching) secara tetap dan kuat, ia akan dapat melenyapkan atau mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang tidak baik itu. Jadi, kalau kecerdasan budi yang dimiliki orang tersebut sungguh baik, yaitu dapat mengadakan budi pekerti yang baik dan kokoh sehingga dapat mewujudkan kepribadian (persoonlikjkheid) dan karakter (jiwa yang berasas hukum kebatinan), maka ia akan selalu dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli dan biologis tadi. 
Oleh karena itu, menguasai diri (zelfbeheersching) merupakan tujuan pendidikan dan maksud keadaban. ‘Beschaving is zelfbeheersching’ (adab itu berarti dapat menguasai diri), demikian menurut pengajaran adat atau etika. Kita sekarang sampai pada pembahasan ‘budi pekerti’ atau ‘watak’ diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa asing, disebut sebagai ‘karakter’, yaitu jiwa yang berasas hukum kebatinan. Orang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan merasakan serta memakai ukuran, timbangan dan dasardasar yang pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti bersifat tetap dan pasti pada setiap manusia,sehingga kita dapat dengan mudah membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. 
Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiran-perasaan-kemauan, sedangkan pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia, mulai angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi pekerti, setiap manusia berdiri sebagai manusia, dengan dasardasar yang jahat dan memang dapat dihilangkan, maupun dalam arti neutraliseeren (menutup, mengurangi) tabiat-tabiat jahat yang biologis atau yang tak dapat lenyap sama sekali karena sudah Bersatu dengan jiwa.
Disadur dari Lampiran 1 Modul 1.1. Guru Penggerak

Read More »
12 November | 0komentar

Implikasi Nilai-Nilai Religius Dalam Pendidikan Karakter

1400 tahun yang lalu Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa misi utama dalam mendidik manusia adalah menyempurnakan adalah akhlak dan menyempurnakan karakter yang baik.Akhlak dan karakter yang baik jika bersinergi akan menghasilkan insan yang memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual yang mumpuni.Disinilah ranah pendidikan nasional dibawa untuk membentuk manusia yang bermoral dan berakhlak mulia.
Kita sepakat bahwa nilai-nilai karakter harus diberikan kepada anak pada usia dini. Nilai religius adalah termasuk dalam salah satu nilai dalam pendidikan karakter.Nilai religius menjadi dasar karakter agar tidak berubah terhadap perkembangan/ pengaruh negatif dari lingkungan yang selalu berubah.
Keyakinan agama adalah sebagai upaya pembangunan karakter terhadap nilai-nilai ketuhanan. Bagaimana anak didik mensyukuri nikmat segala yang diberikan Allah SWT. Dalam konteks pendidikan formal nilai religius mengantarkan anak dengan potensi yang dimilikinya menjadi insan-insan yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, disiplin, sopan santun dan peduli terhadap lingkungannya. 
Apakah nilai-nilai ini akan dibebankan terhadap guru pendidikan Agama? jawabannya tentu saja tidak. Nilai-nilai rilegius harus dikembangkan oleh semua guru. Untuk membangun manusia yang memiliki nilai-nilai karakter yang agung seperti dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional dibutuhkan sistem pendidikan yang memiliki materi yang lengkap (kaffah), serta ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang benar. Oleh semua elemen pendidik.
Pada pendidikan Islam memiliki tujuan yang seiring dengan tujuan pendidikan nasional. Secara umum pendidikan Islam mengemban misi utama memanusiakan manusia, yakni menjadikan manusia mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan aturan-aturan yang digariskan oleh Allah Swt dan Rasulullah saw. yang pada akhirnya akan terwujud manusia yang utuh (insan kamil). 
Pendidikan akhlak (karakter) adalah jiwa pendidikan dalam Islam. Mencapai akhlak yang karimah (karakter mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Di samping membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, peserta didik juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian (al-Abrasyi, 1987: 1). Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung muatan pelajaran akhlak (karakter) dan setiap guru haruslah memerhatikan sikap dan tingkah laku peserta didiknya.
Pengembangan karakter yang ditawarkan oleh para tokoh etika Islam dan para tokoh lain, terlihat jelas perbedaannya. Para tokoh etika Islam mendasari pengembangan karakter manusia dengan fondasi teologis (aqidah) yang benar, meskipun pemahaman teologi mereka berbeda-beda. Dengan fondasi teologis itulah mereka membangun ide bagaimana seharusnya manusia dapat mencapai kesempurnaan agamanya sehingga menjadi orang yang benar-benar berkarakter mulia. Sedang para tokoh lain lebih menekankan para proses apa yang harus ditempuh oleh seseorang dalam rangka mencapai tujuan itu. Proses ini sama sekali mengabaikan landasan teologi (aqidah). Proses inilah yang sekarang banyak dikembangkan di lembaga-lembaga pendidikan baik formal, nonformal, maupun informal, karena hasilnya lebih mudah dan cepat terlihat. Namun, harus diakui ketiadaan fondasi teologis (aqidah) tidak bisa menjamin untuk terwujudnya karakter mulia dalam diri seseorang yang sebenarnya, terutama dalam perspektif Islam.
Referensi:
1. Dr. Marzuki,MAG.Implementasi Pendidikan Karakter berbasis agama.Makalah
2. Hanni Junaniah. Penerapan Nilai-Nilai Religus pada Siswa Kelas V dalam Pendidikan Karakter di MIN Bawu Jepara.Skripsi.


Read More »
08 July | 2komentar

Pembelajaran Praktik Berbasis Virtual?

Relevansi Pendidikan Sistem Ganda
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri. Peraturan ini akan menjadi pedoman bagi SMK dalam menyelenggarakan pendidikan kejuruan yang sesuai dan terhubung atau “link and match” dengan industri. Sedangkan, bagi perusahaan diminta untuk memfasilitasi pembinaan kepada SMK dalam menghasilkan tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten,

Mutu pendidikan akan berdampak pada peningkatkan pertanggungjawaban (akuntabilitas) sekolah kepada masyarakat dan atau pemerintah yang telah memberikan semua biaya kepada pihak sekolah, menjamin mutu lulusan, membuat SDM bekerja lebih profesional dan meningkatkan persaingan yang sehat. Penyebab dari rendahnya mutu pendidikan menurut Supriadi (2003, h.39) dikarenakan beberapa faktor yang meliputi kondisi pengajar yang masih mismatch dalam dua hal pertama, penempatan pengajar yang kurang merata. Kedua, pengajar yang mempunyai kualifikasi tidak layak atau mengajar pada mata pelajaran yang tidak sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah msalah keterbatasan fasilitas sebagai penunjang belajar di sekolah. Upaya dalam mengatasi penyebab tersebut yaitu perlu adanya perubahan yang mendasar di bidang pendidikan, yang secara sederhana perubahan ditandai oleh adanya hal yang baru yang disebut sebagai inovasi.

Inovasi yang secara umum dilakukan oleh organisasi publik termasuk lembaga pendidikan adalah melalui pemanfaatan Teknologi Informasi. Hal ini dikarenakan di era globalisasi seperti saat ini perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi telah berjalan dengan sangat pesat. Sebagaian besar sekolah termasuk Sekolah Menengah Kejuruan melakukan inovasi melalui pemanfaatan Teknologi Infomasi seperti penggunaan virtual, internet/komputer/laptop/fasilitas LCD monitor. Semua adalah berbasis elektronik.Menurut Djojonegoro (1998, h.5) Pendidikan kejuruan yang baik adalah yang responsive dan antipasif terhadap kemajuan teknologi informasi.

Mengingat hampir semua pihak sepakat bahwa huruf e pada kata e-laarning merupakan kependekkan dari kata elektronik, sudah dapat dipastikan bahwa e-learning (elektronik learning) merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan peralatan elektronik seperti halnya radio, televisi, projektor, telepon dan lainnya. Namun perlu diingat bahwa kata elektronik pada huruf e saat ini telah mengalami penyempitan makna. Kata e telah berubah makna dari alat-alat elektronik menjadi komputer. Ini dapat dipahami mengingat istilah ini baru muncul dan dikenal luas setelah komputer berbasis jaringan dan internet mulai diperkenalkan dalam dunia pendidikan dan digunakan sebagai salah satu media pembelajaran.

SMK di Era Pandemi

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Wikan Sakarinto menjelaskan pembelajaran pendidikan vokasi menggunakan sistem dalam jaringan (daring). Hal ini akan terus dilakukan selama masa pandemi Covid-19 masih berlangsung. Wikan menjelaskan, semaksimal mungkin pihaknya akan mengoptimalkan pembelajaran berbasis daring. Namun, di satu sisi pendidikan vokasi membutuhkan banyak waktu praktik yaitu sekitar 60 persen. Terkait hal tersebut, Wikan mengatakan sekolah vokasi bisa menerapkan strategi khusus. Salah satu caranya adalah menggunakan simulasi untuk pembelajaran yang berkaitan dengan praktik. "Vokasi ini kan 60 persen praktik, nah ini ada beberapa pendekatan. Memang yang pertama tetap daring, yang kedua kita mengembangkan simulasi," kata Wikan, dalam konferensi video, Jumat (29/5). dilansir dari republika.co.id.

Apabila ada pembelajaran yang mewajibkan hands on atau memegang mesin langsung, maka Wikan menyarankan strategi lain. Ia mengatakan, Kemendikbud mendorong agar mata kuliah teori ditempatkan di awal semester, termasuk juga mata kuliah praktik yang bisa menggunakan simulasi. Sementara pembelajaran praktik yang harus memegang mesin bisa ditempatkan di akhir. Ia menjelaskan, kebijakan ini bisa dilakukan tergantung Sekolah SMK,politeknik atau sekolah vokasi yang bersangkutan.


SMK harus ‘menikah’ dengan industri atau dunia kerja. Artinya berarti harus ada kurikulum baru seperti pembelajaran daring, evaluasi pembelajaran, pembelajaran praktek, dan sebagainya. Lalu, pendidikan vokasi juga harus menguasai bahasa asing untuk menghadapi kerja di dunia industri. Dengan keadaan seperti ini, generasi milenial, dosen dan guru harus adaptasi dengan perubahan baru.
Silabus harus diubah demi memperlancar pendidikan vokasi. Harus ada pengembangan materi seperti, multimedia, animasi dan video. Sehingga kedepannya generasi milenial dapat bekerja secara baik di industri. “Link and match prinsipnya industri dan pendidikan vokasi harus menyatu. Yang diharapkan industri yaitu kompetensi. Dan bagaimana industri ini juga bisa menyerap pendidikan vokasi. Perlunya modifikasi dan inovasi melalui pembelajaran daring demi memenuhi syarat minimal yang diharapkan industri.


Read More »
08 July | 0komentar

Arah Kebijakan Pengembangan Pendidikan Prov.Jawa Tengah

Sumber Materi Bimtek BPSDMD Jawa Tengah

Materi Bimtek Perancangan Metode dan Media Interaktif untuk Guru SLB/SMA/SMK Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan setelah pembukaan. Materi disampaikan oleh Sugiyarto,S.Sos. ,Widyaprada Ahlimuda PTK SMA Bidang Ketenagaan Disdikbud. Disampaikan bahwa isu-isu pendidikan di Jawa Tengah diantaranya ada beberapa :
1. Akses pemerataan pendidikan
2. Peningkatan kualitas,relevasi dan daya saing pendidikan
3. Tata kelola, akuntabilitas dan citra pendidikan
4. Memperluas layanan pendidikan terutama bagi yang kurang mampu melalui inovasi layanan pendidikan
5. Meningkatan kualitas lulusan melalui pembelajaran
6. Meningkatkan tatakelola, penyelenggaraan dan layanan pendidikan yang akuntabel

Arah Kebijakan layanan pendidikan:
Memperkuat Kapasitas Ekonomi rakyat dan membuka lapangan kerja baru untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Menjadikan rakyat Jawa Tengah lebih sehat, lebih pintar, lebih berbudaya dan mencintai lingkungan

Peningkatan Akses Pendidikan dan Kebudayaan didukung peningkatan sarpras serta pemanfaatan IPTEK.
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pelestarian Budaya didukung Peningkatan Kapasitas Pendidik, Tenaga Pendidikan dan Pamong Budaya.
Peningkatan Daya Saing SDM Pendidikan dan Kebudayaan didukung Penguatan Tata Kelola.
Peningkatan relevansi pendidikan berbasis budaya.
Penguatan insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter

Read More »
27 February | 0komentar

Hari Ke-7 Pembekalan CPP Kamis, 02 November 2023 (Koneksi Antar Materi)

Soal Pada LMS :
Setelah Penulis mempelajari praktik Pendidikan yang Memerdekakan, Penulis diminta untuk menyampaikan isu terkait pemahaman dan penerapan prinsip Pendidikan yang Memerdekakan yang terjadi di sekolah tempat Penulis bekerja dengan menjawab pertanyaan berikut: 
Ceritakan hal hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan? Hal-hal yang tidak selaras terkait praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan yang dirasa perlu diubah atau dikembangkan bahkan dihilangkan? 
Jawaban dari pertanyaan diatas dapat dilihat di drive bawah ini :


Koneksi Antar Materi 
Pendidikan yang Memerdekakan Hari Ke-7 Pembekalan Calon Pengajar Praktik 
 Oleh
 Sarastiana 
SMK Negeri 1 Bukateja 

Pada pembekalan Calon Pengajar Praktik (CPP) pada hari ke-7 dengan materi Pendidikan yang Memerdekakan, CPP menyampaikan isu terkait pemahaman dan penerapan prinsip Pendidikan yang Memerdekakan yang terjadi di sekolah tenpat CPP bekerja. 

Hal hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip Pendidikan yang memerdekakan? 
Hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan di Sekolah saya, yang mendukung Visi Sekolah (Menjadikan SMK Unggulan berbasis Budaya Industri yang menghasilkan Tamatan berkarakter, Kompeten, Kompetitif dan Berwawasan Lingkungan) adalah: 

1. Pembiasaan Kegiatan Pagi : 
Pra Kegiatan Pembelajaran diawali dengan melaksanakan kegiatan pembiasaan yang merupakan implementasi dari P5 yaitu Gaya Hidup Berkelanjutan.tema ini merupakan bentuk upaya dalam membangun kesadaran untuk menjaga pola hidup yang baik (disiplin, tanggungjawab, motivasi,loyalitas, integritas, hidup sehat/bersih dsb) pola hidup tersebut melibatkan lingkungan dan aksi nyata dalam keseharian (kemdikbudristek) yaitu :

No

Kegiatan

Waktu

Ket

1

Apel pagi

07.00 s.d. 07.10

Hari Senin diadakan Upacara bendera s.d Pkl 07.40

2

 Mars Anti Bullying

07.10 s.d. 07.15

 

2

Menyanyikan Indonesia raya

07.15 s.d. 07.17

 

3

Membaca Asmaul Husna

07.15 s.d. 07.20

 

 

 

 

 




2. Penyusunan kesepakatan / Keyakinan kelas 

Penyusunan kesepakatan kelas, dimana di Sekolah peraturan yang ada adalah kesepakatan antara pendidik dan murid. Di awal tahun ajaran wali kelas beserta guru mata pelajaran bersama murid membuat kesepakatan kelas beserta konsekuensinya apabila ada pelanggaran. 

3. Materi Ajar yang Kontekstual dan Faktual 
Materi pembelajaran atau bahan ajar yang selaras dengan pendidikan yang memerdekakan. Pembelajaran yang materinya kotekstual yang disesuaikan dengan berbagai kebutuhan dan kondisi yang sedang berkembang. Selain itu, materi-materi itu secara faktual atau yang kira- kira sedang dialami oleh perkembangan murid itu sendiri. Pembelajaran yang mementingkan pada kebutuhan belajar murid. Kebutuhan tersebut meliputi kesiapan belajar murid, minat belajar murid, dan profil murid. 


4. Menggunakan Beragam Metode dan Teknik Pembelajaran 
Dalam memenuhi setiap kebutuhan belajar murid, guru harus mampu menggunakan metode atau teknik pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini penting untuk mengikatkan situasi dan proses pembelajaran berlangsung agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Di Sekolah kami pun sudah melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada murid melalui penerapan berbagai metode pembelajaran seperti Berdiferensiasi, STEAM, Project Base Learning (PjBL), Experiential Learning, dll. Sehingga murid terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 

5. Implementasi Modul Ajar yang berkolaborasi antara Mapel Umum dan Mapel Kejuruan untuk Pada pembelajaran berbasis Proyek. 
Pada Modul Ajar guru umum (Matematika), Bahasa Inggris, Sejarah, Bhs Indonesia, Olah Raga, dsb. Berkolaborasi dengan mapel Kejuruan. Jadi guru mapel umum memilih CP yang sesuai/ mendukung materi kejuruan.

6. Pembelajaran Berdifernsiasi
    Berdiferensiasi secara konten, proses dan produk
   


Hal-hal yang tidak selaras terkait prakti prinsip Pendidikan yang memerdekakan yang dirasa perlu dirubah ?
1. Gaya belajar diktator (berpusat pada guru) 
 Gaya belajar yang memaksakan atas kehendak gurunya tanpa memperhatikan kebutuhan para murid. Sebagian Guru masih menuntut agar para murid turut dan patuh pada apa yang dilakukan oleh gurunya. Hal ini tidak selaras dengan pendidikan yang memerdekakan. Masih ada diantara guru senior yang menerapkan pembelajaran yang masih berpusat pada guru dan mengutamakan capaian konten saja. 

2. Punishment and reword 
Hal ini karena dapat berdampak kurang baik yang dirasakan oleh para murid, murid memiliki pemikiran yang sesaat. Misalnya dengan adanya punishment, murid akan terasa tertekan dan menjadi pendendam. Begitu juga dengan reword murid akan merasa bahagia dan tertantang jika ada sesuatu hal jika ada hadiah, dan sebaliknya murid akan merasa kecewa jika hadiah itu tidak tersedia. Masih ada beberapa guru yang masih memberikan hukuman yang tidak sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan murid. 

3. Model pendidikan klasikal/monoton 
Melalui belajar yang lebih mendalam, mungkin menjadi jelas bahwa model pendidikan yang mengharuskan semua siswa mengikuti kurikulum yang sama, mengukur kemajuan dengan standar yang sama, dan mengejar tujuan yang seragam tidak selalu efektif atau memadai. Dalam pendekatan Pendidikan yang Memerdekakan, perlu diakui bahwa setiap siswa memiliki keunikan, minat, dan kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih diferensiasi dan responsif terhadap individu perlu dipertimbangkan.

Read More »
02 November | 0komentar